Awalnya ia merasa biasa saja menerima tamu dan berbincang mengenai banyak hal, terutama tentang dakwah. Kiai muda ini gampang bergaul dengan siapa saja. Namun seorang tamu istimewa terus datang dan datang lagi membujuknya bergabung dengan organisasi HTI. Kiai muda itu akhirnya memasang logo NU berukuran besar di atas pintu rumahnya, dan tamu itu tak berani datang lagi.
Kiai muda itu adalah KH M. Salmanuddin, pengasuh Pondok Pesantren Babus Salam, Jatibening Mojoagung Jombang. Pekan lalu pesantrennya mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Uama (PKPNU) yang dihadiri oleh para instruktur dari PBNU Jakarta dan diikuti oleh para kader NU dari luar daerah Jombang.
Ada 574 santri yang belajar di pesantren Babus Salam. Sebagian diantaranya dibiayai secara penuh oleh pihak pesantren dan beberapa orang tua asuh.
Dari penampilannya, KH M. Salmanuddin atau Gus Salman sepertinya masih berusia 40-an. Namun ia cukup sukses dalam dunia usaha. Selain mengasuh pesantren, ia juga mengembangkan Baitul Maal Wal Tamwil (BMT) yang bergerak di bidang permodalan. Omsetnya sekitar empat miliar rupiah. Ia juga mengembangkan bisnis travel.
Gus Salman juga mendapatkan amanah untuk memimpin Lembaga Pendidikan Ma’arif NU di Kabupaten Jombang, sehingga ia cukup menarik perhatian seorang tamu istimewa.
Tamu istimewa itu bernama Abdurrahman. Ia berasal dari Dawar Mojokerto. Gus Salman memanggilnya Durrohman, seperti orang Jombang Kebanyakan. Mereka pernah berkawan saat belajar di Institut Keislaman Hasyim Asy'ari (IKAHA) Jombang.
Mereka lama tidak bertemu. Konon Durrohim kini juga menjadi seorang pengusaha sedot WC yang lumayan sukses, dan satu lagi ia menjadi seorang aktivis Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Durrohman mencoba membujuk Gus Salman untuk bergabung dengan HTI, meskipun ia tahu yang diajaknya itu adalah orang NU yang tidak mungkin setuju dengan ide khilafah yang diusung orang HTI. Bagi orang NU, Pancasila dan NKRI itu sudah harga mati.
“Saya sudah bilang kalau saya orang NU, tapi dia terus berusaha. Kegigihan orang HTI memang pantas diacungi jempol,” katanya. Durrohman juga menawarinya fasilitas dan jabatan sebagai tokoh HTI. “Saya tidak tahu jabatannya apa di HTI, tapi sepertinya dia koordinator bagian Jombang,” tambahnya.
Aktivis HTI itu tidak hanya datang. Ia juga berkali-kali menghubunginya telat telpon. Ia memberikan buku-buku gratis. Ia juga sering ikut pengajian NU di beberapa tempat. “Ia juga membawa laptop dan LCD sebagai perbekalan,” kata Gus Salman.
Durrohman terus membujuk dengan berbagai cara. Ia terus datang ke rumah. Gus Salman kehabisan cara. Muncullah ide memasang logo NU besar-besar di pintu rumahnya.
Suatu ketika Durrohman datang lagi ke rumah. Sebelum masuk, Gus Salman langsung menunjukk logo NU di depan pintunya. “Itu lihat, rumah saya saja NU, apa lagi orangnya!” katanya dengan suara keras. Semenjak itu, orang HTI tidak pernah datang lagi.
(NU Online )
No comments:
Post a Comment