Sunday, 30 November 2014

Oral Seks Dan Permasalahannya [5]


Artikel Sebelumnya baca disini...


- Dalam al-Mughni li Ibni Qudamah:
وقد روي عن عمر بن عبد العزيز عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال :لا تواقعها إلا وقد أتاها من الشهوة مثل ما أتاك لكيلا تسبقها بالفراغ
"Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata: Janganlah engkau menyetubuhinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks." (al-Mughni li Ibnu Qudamah, 8/136
Selain itu pengambilan contoh tradisi era Romawi dan India Kuno juga tidak tepat dikategorikan tasyabbuh.
Sebab oral seks umum dijumpai saat ini sehingga menjadi tidak identik dengan peradaban tertentu. Tasyabbuh yang hilang ciri khasnya tidak lagi dinamakan tasyabbuh.
- Dalam Hasyiyah asy-Syarqawi:
(قوله والمترجلات) اى المتشبهات بالرجال فى أقوالهن وأحوالهن كلبس الطرابيس إلا إن غلب عرف بلبس ذلك للرجال والنساء كما هو حاصل الآن بمصرى فهو جائز لهن
"[Bertingkah kelelakian] yakni sikap menyerupai dengan lelaki dalam ucapan dan keadaan, seperti memakai topi tarbus, kecuali bila penggunaannya sudah merata oleh lelaki dan perempuan sebagaimana yang terjadi di Mesir sekarang maka boleh bagi wanita memakainya." (Hasyiyah asy-Syarqawi, 2/430)

Wacana kedua, mulut istri bukanlah tempat yang diperintahkan Allah kepada suami untuk memasukkan kemaluannya.
Jawaban: Klarifikasi atas wacana tersebut bisa diketahui dari telaah dalil yang dijadikan acuan.
Dalil yang dimaksud berasal dari QS. Al-Baqarah ayat 222:
فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ
"Apabila mereka telah suci, maka datangilah (setubuhilah) mereka itu pada sisi/dari sisi yang diperintahkan Allah kepadamu"


Telaah pertama: lafazh fa-tuhunna.
Disebutkan dalam Tafsir al-Jalalain (1/47), Tafsir Munir (1/76), Audhah at-Tafsir (69/44), Aysar at-Tafsir (1/205) dan beragam kitab tafsir lainnya bahwa yang dikehendaki dengan ityan pada fa-tuhunna adalah jima' (bersetubuh).
Jima', baik sebagai denotatif ataupun konotatif dari nikah, didefinisikan dengan:
النكاح إيلاج ذكر في فرج ليصير بذلك كالشيء الواحد وقال الراغب أصل النكاح العقد ثم استعير للجماع ومحال أن يكون في الأصل للجماع ثم استعير للعقد لأن أسماء الجماع كلها كنايات
"Nikah adalah membenamkan dzakar ke dalam farji sehingga seolah-olah menjadi satu kesatuan. Ar-Raghib berkata: Asal pemakaian kata nikah adalah untuk akadnya, lalu dipakai sebagai kiasan dari jima'.
Mustahil dikatakan nikah adalah asal dari jima' yang seterusnya dikiaskan pada akadnya, sebab semua nama-nama jima' adalah kiasan." (At-Tauqif 'ala Muhimmat at-Ta'arif, 1/710)

Dengan demikian diketahui bahwa maksud kelamin wanita sebagai tempat yang diperintahkan Allah pada suami untuk memasukkan kemaluannya adalah dalam konteks jima' (bersetubuh) bukan bercumbu (istimta').


Sumber:
Pustaka Ilmu Sunni Salafiyah - KTB (PISS-KTB)

No comments:

Post a Comment